Senin, 21 November 2016

Fenomena Kekurangan Gizi

Mengkaji tentang gizi buruk berarti mengangkat sisi lain kehidupan sosial yang mungkin paling membingungkan, menyentuh, sekaligus memprihatinkan. Mengapa dikatakan begitu? Karena ada dua hal yang saling bertolak belakang yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan gizi.
Di satu sisi, ada golongan orang kaya yang sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan gizi secara ideal, namun lebih memilih untuk menyiksa diri dengan diet secara berlebihan agar dapat mengikuti citra cantik yang dikampanyekan media. Tanpa berpikir panjang, mereka rela menahan lapar dan membiarkan tubuhnya kekurangan gizi demi memeroleh bentuk tubuh kurus dan ideal menurut keyakinan mereka.

Di sisi lain, masih ada masyarakat miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi keluarga sehingga menciptakan perangkap kemiskinan. Karena miskin, maka keluarga bersangkutan tidak mampu membeli bahan makanan bergizi untuk dikonsumsi sehari-hari. Mereka biasanya menerapkan prinsip ‘asal kenyang’ dalam konsumsi pangannya, sehingga kebanyakan mengonsumsi pangan sumber karbohidrat, sedangkan asupan protein, lemak, dan vitamin yang sering diidentikkan secara awam dengan bahan pangan yang harganya mahal, seperti telur, daging, ikan, sayuran, dan buah-buahan kerap diabaikan. Hal itu akan berdampak pada rendahnya produktivitas keluarga. Pada akhirnya, mobilitas sosial untuk memperbaiki status kehidupan dipastikan terhambat, sehingga keluarga miskin akan melahirkan keluarga miskin juga. Inilah gambaran perangkap kemiskinan yang sampai sekarang belum dapat teratasi sepenuhnya di Indonesia.
Mencermati fenomena sosial di atas, sejatinya banyak hal yang bisa dilakukan. Pada golongan orang kaya, mesti ditumbuhkan kesadaran bahwa kesehatan jauh lebih penting dibandingkan dengan citra cantik. Tidak ada gunanya memiliki tubuh kurus kering bak peragawati jika akhirnya malah jatuh sakit atau berujung pada kematian. Jika memang ingin melakukan diet, sebaiknya lebih dikarenakan alasan kesehatan untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu, namun dengan tetap memperhatikan kecukupan asupan gizi bagi tubuh.

Golongan orang kaya perlu diyakinkan untuk mau berbagi dengan golongan keluarga miskin agar kebutuhan gizi keluarga miskin dapat terpenuhi. Untuk ini, diperlukan rasa kesetiakawanan dan kepedulian sosial terhadap sesama, sedangkan keluarga miskin hendaknya diedukasi agar tidak selalu mengasosiasikan gizi dengan bahan makanan yang harganya mahal, seperti daging, hati, dan lainnya. Sesungguhnya masih banyak sumber gizi lain yang bisa diperoleh dengan harga yang relatif terjangkau, seperti tahu, tempe, atau telur. Sayangnya, akhir-akhir ini tahu dan tempe acap kali sulit ditemui di pasaran. Harga kedelai yang terus meningkat dan tidak terkendali mengakibatkan banyak pengrajin tempe kesulitan mencari bahan baku, sehingga memilih menghentikan kegiatan produksinya. Pilihan pangan bergizi pun menjadi kian terbatas. Padahal, hanya dengan kecukupan asupan gizi secara bertahaplah keluarga miskin akan dapat meningkatkan kesehatannya dan dapat melakukan berbagai aktivitas yang produktif dalam memenuhi kebutuhan hidup.

RANGKUMAN


1) Mengkaji tentang gizi buruk berarti mengangkat sisi lain kehidupan sosial yang mungkin paling membingungkan, menyentuh, sekaligus memprihatinkan.


EmoticonEmoticon